Kamis, 18 Maret 2010

Bisakah aku sepertimu, ibu ?

Aku terbangun pagi hari dan bersiap-siap untuk menuju kampus. Setelah siap untuk berangkat di pagi buta, aku mendapat telpon dari seorang temanku bahwa hari ini dosennya tidak ada, sehingga kelas kami diliburkan. Aku kembali mengganti pakaianku sambil menggerutu telatnya pemberitahuan dari temanku. Harusnya aku bisa melanjutkan tidurku, tapi tidak untuk hari ini. Entah mengapa, aku tidak bisa melanjutkan tidurku. Akhirnya, aku memutuskan untuk membantunya membuat sarapan dan membangunkan adikku untuk beraktivitas.
Aku sarapan bersama kedua orangtua serta saudara-saudaraku yang lain. Sebuah kehangatan yang jarang aku dapatkan. karena jika aku berada di rumah, kalau tidak berangkat yang terlalu pagi, yaa aku bangun yang paling siang :) makanya aku jarang bisa seperti ini. Kesempatan emas yang jarang aku dapatkan jika mengingat kesibukanku selama ini. Aku begitu menikmatinya.
Setelah sarapan, aku melihat sisa nasi goreng yang tadi kami buat. Masih banyak, pikirku. Aku melihat ibuku membungkus nasi goreng itu kedalam kertas coklat yang biasa dipakai untuk membungkus makanan. Aku terheran dan bertanya untuk siapa sisa nasi goreng itu. Ibuku tersenyum sambil terus membungkuskan nasi goreng dan berkata bahwa nasi goreng ini untuk pemulung yang biasa mengambil sisa-sisa plastic dan botol. Aku terkecat, kemudian menanyakan sejak kapan ibu melakukan hal ini. Ibu berkata bahwa hal ini sudah lama dilakukannya. Ibu juga membungkus air minum di plastik-plastik bening besar, serta memberikan makanan-makanan ringan yang seringkali kami acuhkan karena kebosanan kami dengan makanan-makanan itu.
Kira-kira pukul 8 pagi, pemulung itu datang. Ibu memanggil pemulung itu dan memberikan makanan yang telah dibungkusnya dengan plastic besar. Pemulung beserta anaknya mengucapkan syukur dengan tulus kepada Tuhan. Aku hampir menitikkan airmataku melihat ibu dan pemulung itu, dan mengucap syukur betapa Tuhan telah memberikan ibu berhati mulia seperti beliau.
Mungkin ibu bukanlah ibu yang selama ini kita harapkan. Bukan ibu yang cantik jasmani seperti yang tampak di sinetron-sinetron. Bukan ibu yang bekerja siang malam sebagai seorang karyawan untuk menambah penghasilan ayah. Bukan ibu yang sibuk dengan berbagai arisan dan reuni. Tapi aku bersyukur, aku memiliki ibu yang selalu berada dirumah, mengawasi pertumbuhan dan pendidikan kami, menjadi sahabat untuk mencurahkan isi hati, menjadi penasehat disaat ada pergumulan. Dia cantik dimataku, dan tak ada yang secantik dia bagiku. Tidak ada perempuan lain yang lebih cantik dihidupku selain dia. Menunjukkan kekuatan dan ketegaran hatinya, serta memiliki hati yang begitu mulia dan tulus. Dan mungkin, tak ada lagi yang seperti dia, yang masih mau membantu dan peduli di tengah berbagai kekurangan. Aku hanya inginkan ibu dalam hidupku. Ibu yang selalu memanjatkan doa kepada kami dalam setiap desah nafasnya. Ibu yang mulia seperti dia.. mungkin tak ada lagi, dan mungkin hanya dia satu-satunya. Bisakah aku sepertimu, ibu ?

Pagi hari penuh keharuan
04032010